Di mana ‘benar’
saat yang terjadi
hanya perang
pembenaran?
Jangan tanya
yang mana ‘salah’
bila masih saja
saling menyalahkan
Di mana ‘benar’
saat yang terjadi
hanya perang
pembenaran?
Jangan tanya
yang mana ‘salah’
bila masih saja
saling menyalahkan
Sambil terus memungut
senyum-senyum kebahagiaan
orang lain dan mencoba
bersusah-payah menempelkan
semua di bibir mungilnya,
ia pun bernyanyi dan menari.
Ia tak mau lagi bersedih hati,
di situlah rasa begitu sunyi.
Kebenaran itu tak selalu satu,
dan tak sepantasnya diadu.
Seperti halnya cinta dan rindu,
yang mencinta tak hanya satu,
pun yang merindu tak cuma satu,
apa lantas mereka harus diadu?
Pisau apa ini ayah?
itu mimpimu nak..
mengapa dua sisinya
sama tajamnya?
itu mimpimu nak..
Ayah, kenapa pisau ini
tak ada gagangnya?
Bagaimana ku
menggenggamnya?
Mengapa aku harus
menggunakannya ayah?
Ayah, tanganku terluka..
Ayah, darahnya banyak..
Ayah, sakit..
“Itu mimpimu nak..”,
air mata sang ayah
terus dan terus mengalir,
membasuh luka sang anak
yang amat-teramat nyata.
Dalam sepi, sunyi..
malam hari
Lalu mulai melipatnya
membungkusnya
rapat dan pasti
disimpannya
dalam peti besi
dan begitu banyak
kunci..
Lalu dikuburnya
dalam-dalamnya
lebih dalam dari
apa-apa yang terkubur
sebelumnya
sebelum hilang
lantas disebut mati..
Peti itu tak mati
yang mati yang ada
di dalam-dalamnya
lebih dalam dari hati
yang pelan terkunci
rapat dan pasti?
Hilanglah kunci
lalu sepi, sunyi..
beranjak pagi
mulailah ia menggali.
Yang membuat kopi kehilangan rasa pahitnya, adalah dirimu yang terus mempermasalahkan caraku menikmatinya. Kopi tak lagi pahit, kopiku hanya terasa getir dan dingin, ampas!
Kopiku, seleraku, terserah aku!
Salam batu.
Memangnya batu apa yang tak bisa kau tembus di zaman serba canggih seperti saat ini? Lalu-berlalu kau senang sebut orang yang tak bisa kau nasihati(ajak) adalah orang yang keras hatinya seperti batu. Apakah ini pertanda kau yang tak cukup berusaha, atau ada batu jenis baru? Bila ada pun batu baru itu, kuyakin hanya masalah waktu, bukan alasan yang itu-itu.
Ps: atau jangan-jangan, batu jugalah dirimu, jadi situasi penasihatanmu tak lebih seperti saling melempar batu, alias tawuran.
jangan sebut batu itu ada penunggunya, tak perlu lagi panjang lebar kujelaskan.